pangeran sabrang lor

PATI UNUS

Pati Unus atau Sultan Ali Akbar At Tsani atau Sultan Demak 2. (1477-1521)
Nama kecil beliau ialah Raden Abdul Qadir bin Raden Muhamad Yunus bin Syeikh Sayyid Kahaliqul Idrus. Syeikh Khaliqul Idrus menikah dengan Syarifah Siti Aisyah binti Maulana sayyid Husin Jamadil Kubra.
Nasab Pati Unus :
  • Raden Abdul Qadir bin
  • Raden Mohamad Yunus bin
  • Syeikh Sayyid Khalid Al Idrus bin
  • Syeikh Sayyid Muhamad Al Asiy bin
  • Syeikh Sayyid Abdul Muhyi Al Khairi bin
  • Syeikh Sayyid Mohamad Akbar Al Ansari bin
  • Syeikh Sayyid Abdul Wahab bin
  • Syeikh Sayyid Yusuf Al Mukromi bin
  • Syeikh Sayyid Al Imam Ali Al Muqaddam bin
  • Syeikh Sayyid Al Imam Ali bin
  • Syeikh Sayyid Al Imam Mohamad bin
  • Syeikh Sayyid Al Imam Mohamad Shahib Mirbat bin
  • Syeikh Sayyid Al Imam Ali Kholal Ghosam bin
  • Syeikh Sayyid Alwi bin
  • Syeikh Sayyid Mohamad bin
  • Syeikh Sayyid Alwi bin
  • Syeikh Sayyid Ubaidillah/Abdullah bin
  • Syeikh Sayyid Al Imam Abdullah Al Muhanjir bin
  • Syeikh Sayyid Mohamad Isa Al Syakaran bin
  • Syeikh Sayyid Mohamad Nasir bin
  • Syeikh Sayyid Ali Yusuf bin
  • Syeikh Sayyid Mohamad Basir bin
  • Syeikh Sayyid Al Imam Zainal Abidin bin
  • Al Syahid Al Imam Husin bin
  • Al Syahid Al Imam Ali KW

Pati Unus di lahirkan di Jepara pada tahun 1477 M. Bapak nya adalah Adipati Jepara. Bundanya dari keturunan Kerabat Majapahit. Beliau dibesarkan di Istana Jepara.

Setelah dewasa beliau dilantik menjadi Adipati Jepara. Dan digelari Pati Unus.Pada tahun 1501 M, beliau menikah dengan Puteri Ratu Mas Nyawa atau Puteri Ratna Gumilah Sari binti Raden Patah. Dari perkawinan ini lahirlah putera lelaki yaitu Raden Abu Bakar dan Raden Abu Syahid (Raden Barakat).

Pada tahun 1505 M, Puteri Ratu Mas Nyawa pergi ke Pulau Besar untuk mendalami lagi Ilmu Fiqh. Pesantren Pulau Besar waktu itu dipimpin oleh Maulana Tsanauddin atau lebih dikenal dengan nama julukannya Datuk Adi Putra dan bergelar Panglima Hitam. Diantara saudara seperguruannya ialah Sultan Mahmud Syah.

Semasa menuntut di Pulau Besar ini Sultan Mahmud jatuh hati dengan Puteri Ratna Gumilah Sari. Atas nasihat Para Ulama Pulau Besar, Puteri Ratna Gumilah Sari diantar ke tempat Semedi Datuk Adi Putra di Gunung Ledang.Dan sejak itulah namanya terkenal dengan nama Puteri Gunung Ledang. Dalam Kitab Sullatus Salatin, Sultan Mahmud Syah bahkan berbuat mesum dengan isteri Tun Biajid.Ini menyebabkan Tun Biajid hampir saja membunuh Sultan Mahmud Syah tetapi dicegah oleh Seri Nara Diraja.

Pada tahun 1509 M, Portugis menyerang Melaka, tetapi Portugis kalah.Pada seranggan pertama ini masih banyak Panglima Perang yang berpengaruh, seperti Datuk Adi Putra (Panglima Hitam). Syeikh Sultan Arifin (Panglima Alang Hitam) dan Laksamana Hang Tuah Sendiri. Melaka waktu itu, didukung pula oleh Panglima dan Ulama dan rakyat. Setelah Peristiwa Sultan membunuh Bendahara Tun Mutahir, Melaka telah kekurangan Pakar peperangan. Wafatnya Laksamana Hang Tuah dan Panglima Hitam pada tahun 1510 M, dipecatnya Laksamana Khoja Hasan, bertambah memburukkan kaadaan Melaka pada masa itu. Akhirnya Melaka jatuh di tangan Portugis pada tahun 1511 M. Sultan Mahmud Syah lari ke Pagoh,ke Kota Tinggi dan ke Kampar dan mangkat di sana.

Pada tahun 1517 M, Pati Unus yang pada waktu itu menjabat Panglima Angkatan Laut Demak menyerang Portugis Melaka.Seranggan ini kalah. Atas nasihat Sunan Gunung Jati dan Para Ulama Melaka dan Wali Songo, Kerajaan Demak memperkuat armada laut dan menambah kapal-kapal perangnya. Tugas mebuat kapal Perang dipercayakan kepada Sultan Babulah bin Sultan Abdullah, Sultan Ternate dan Gowa. Sultan Babulah menyiapkan 375 kapal Perang.

Pati Unus waktu itu menikah lagi dengan Puteri Mas Ayu binti Sunan Gunung Jati. Perkawinan ini tidak mendapat keturunan. Pati Unus juga menikah dengan Syarifah Siti Zubaidah binti Syeikh Sultan Arifin Sayyid Ismail bin Sayyid Abdul Qadir bin Sayyid Jabbar bin Sayyid Sholih bin Syeikh Abdul Qadir Al Jailani. Artinya ketiga isteri Pati Unus adalah kerabat beliau sendiri. Perkawinan ini melahirkan seorang anak lelaki yaitu Raden Abdullah atau Raden Aria Putra yang kelak menjadi satu-satunya penyambung keturunan beliau.

Pada tahun 1518 M, Sultan Demak Raden Patah mangkat. Atas nasihat Para Wali Songho, Pati Unus di lantik menjadi Sultan Demak ke 2. Beliau bergelar Sultan Ali Alam Akbar At Tsani.

Pada tahun 1521 M, armada dengan kekuatan 375 buah kapal Perang dengan 100.000 orang perajurit, gabungan Jambi, Palembang, Ternate, Demak, Melaka dan Inderagiri, Pati Unus menyerang Melaka. Selama 7 bulan tentara gabungan ini mengepung Portugis. Tetapi Pengkhianatan terjadi.Tentera Siak dan Pahang membantu Portugis Melaka. Serangan dari darat dan digunakannya meriam Portugis mengenai lambung kapal Pati Unus.

Pati Unus cedera parah. Isteri ke 3 nya Syarifah Siti Zubaidah, dan putera Pati Unus Raden Abu Bakar dan Raden Abu Syahid (Raden Barakat) menjadi korban pula. Panglima Armada diambil alih sementara olih Laksamana Khoja Hasan atau Maulana Sayyid Fadhillah Khan, kelak beliau ini dikenal dengan sebutan Faletehan dan menikah dengan Puteri Mas Ayu binti Sunan Gunung Jati, janda Pati Unus. Pati Unus yang sedera parah di bawa lari ke Markas Gerakan di Pulau Besar dan Baginda Syahid di Atas Pangkuan Isteri Pertama nya Puteri Ratu Mas Nyawa (Puteri Gunung Ledang).Tempat Syahid Pati Unus itu adalah Di BATU LESONG.Jenazah beliau dimakamkan di dalam Komplek Pemakaman Sutanul Arifin di Pulau Besar.Dalam Komplek ini ada 7 makam. Sejak saat itu Pati Unus disebut dengan gelaran anumerta Pangeran Sabran Lor.

KETURUNAN BELIAU


Putra pertama dan ketiga Pati Unus ikut gugur, sedangkan putra kedua, Raden Abdullah (Raden Aria Putra, kemudian digelari Pangeran Yunus) dengan takdir Allah untuk meneruskan keturunan Pati Unus, selamat dan bergabung dengan armada yang tersisa untuk kembali ke tanah Jawa. Turut pula dalam armada yang balik ke Jawa, sebagian tentara Kesultanan Malaka yang memutuskan hijrah ke tanah Jawa karena negerinya gagal direbut kembali dari tangan penjajah Portugis. Mereka orang Malaka ini keturunannya kemudian membantu keturunan Raden Abdullah putra Pati Unus dalam meng-Islam-kan tanah Pasundan hingga dinamai satu tempat singgah mereka dalam penaklukan itu di Jawa Barat dengan Tasikmalaya yang berarti Danau nya orang Malaya (Melayu).

Sebagian riwayat turun temurun menyebutkan Pangeran Yunus ini kemudian dinikahkan oleh Maulana Hasanuddin dengan putrinya yang ke III, Fatimah. Tidak mengherankan, karena Kesultanan Demak telah lama mengikat kekerabatan dengan Kesultanan Banten dan Cirebon. Selanjutnya pangeran Yunus yang juga banyak disebut sebagai Pangeran Arya Jepara dalam sejarah Banten, banyak berperan dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Maulana Yusuf (adik ipar Pangeran Yunus) sebagai penasehat resmi Kesultanan . Dari titik ini keturunan beliau selalu mendapat kedudukan Penasehat Kesultanan Banten , seperti seorang putra beliau Raden Aryawangsa yang menjadi Penasehat bagi Sultan Banten ke III Maulana Muhammad dan Sultan Banten ke IV Maulana Abdul Qadir.

Ketika penaklukan Kota Pakuan terakhir 1579, Raden Aryawangsa yang masih menjadi Panglima dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Maulana Yusuf mempunyai jasa besar, sehingga diberikan wilayah kekuasaan Pakuan dan bermukim hingga wafat di desa Lengkong (sekarang dekat Serpong). Raden Aryawangsa menikahi seorang putri Istana Pakuan dan keturunannya menjadi Adipati Pakuan dengan gelar Sultan Muhammad Wangsa yang secara budaya menjadi panutan wilayah Pakuan yang telah masuk Islam (Bogor dan sekitarnya), tapi tetap tunduk dibawah hukum Kesultanan Banten.

Seperti yang disebut diatas, Raden Aryawangsa kemudian lebih banyak berperan di Kesultanan Banten sebagai Penasehat Sultan, setelah beliau wafat kiprah keturunan keluarga Pati Unus kemudian diteruskan oleh putra dan cucu beliau para Sultan Pakuan Islam hingga Belanda menghancurkan keraton Surosoan di zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1683), dan membuat keraton Pakuan Islam yang dapat dianggap sebagai cabang dari Keraton Banten, ikut lenyap dari percaturan politik dengan Sultan yang terakhir Sultan Muhammad Wangsa II bin Sultan Muhammad Wangsa I bin Raden Aryawangsa bin Raden Abdullah bin Pangeran Sabrang Lor ikut menyingkir ke pedalaman Bogor sekitar Ciampea sekarang.

Selain Raden Aryawangsa, Raden Abdullah putra Pati Unus juga memiliki anak lelaki lainnya yaitu yang dikenal sebagai Raden Suryadiwangsa yang digelari Raden Suryadiningrat oleh Panembahan Senopati ketika Mataram resmi menguasai Priangan Timur pada tahun 1595.

Kehadiran putra Pati Unus di wilayah Priangan Timur ini tidak terlepas dari kerjasama dakwah antara Kesultanan Banten dan Cirebon dalam usaha mengislamkan sisa-sisa kerajaan Galuh di wilayah Ciamis hingga Sukapura (sekarang Tasikmalaya).

Raden Surya di tahun 1580 ini di angkat oleh Sultan Cirebon II (Pangeran Arya Kemuning atau dipanggil juga Pangeran Kuningan) sebagai Adipati Galuh Islam. Akan tetapi seiring dengan makin melemahnya kesultanan Cirebon sejak wafatnya Sunan Gunung Jati pada tahun 1579, maka wilayah Galuh Islam berganti-ganti kiblat Kesultanan. Pada saat 1585-1595 wilayah Sumedang maju pesat dengan Prabu Geusan Ulun memaklumkan diri jadi Raja memisahkan diri dari Kesultanan Cirebon. Sehingga seluruh wilyah Priangan taklukan Cirebon termasuk Galuh Islam bergabung ke dalam Kesultanan Sumedang Larang. Inilah zaman keemasan Sumedang yang masih sering di dengungkan oleh keturunan Prabu Geusan Ulun dari dinasti Kusumahdinata.

Sekitar tahun 1595 Panembahan Senopati dari Mataram mengirim expedisi hingga Priangan, Sumedang yang telah lemah sepeninggal Prabu Geusan Ulun kehilangan banyak wilayah termasuk Galuh Islam. Maka Kadipaten Galuh Islam yang meliputi wilayah Ciamis hingga Sukapura jatuh ke tangan Panembahan Senopati. Raden Suryadiwangsa diangkat Panembahan Senopati sebagai Penasehat beliau untuk perluasan wilayah Priangan dan diberi gelar baru Raden Suryadiningrat.

Di sekitar tahun 1620 salah seorang putra Raden Suryadiningrat yang menjadi kepala daerah Sukapura beribukota di Sukakerta bernama Raden Wirawangsa setelah menikah dengan putri bangsawan setempat. Raden Wirawangsa kelak di tahun 1635 resmi menjadi Bupati Sukapura diangkat oleh Sultan Agung Mataram karena berjasa memadamkan pemberontakan Dipati Ukur. Raden Wirawangsa diberi gelar Tumenggung Wiradadaha I yang menjadi cikal bakal dinasti Wiradadaha di Sukapura (Tasikmalaya). Gelar Wiradadaha mencapai yang ke VIII dan dimasa ini dipindahkanlah ibukota Sukapura ke Manonjaya. Bupati Sukapura terakhir berkedudukan di Manonjaya bergelar Raden Tumenggung Wirahadiningrat memerintah 1875-1901. Setelah beliau pensiun maka ibukota Sukapura resmi pindah ke kota Tasikmalaya