mahuan


Diterjemahkan dari teks China, diedit oleh Feng Chéng-Chun dengan catatan dan introduksi oleh J.V.G Mills.
Publikasi Cambridge University Press 1970

Kita sering mendengar Cheng Ho dan jejaknya di pulau Jawa, Ma Huan adalah penerjemah dalam ekspedisi Cheng Ho. Dia menyertai tiga dari tujuh ekpedisi Cheng Ho dan menulis catatan tentang negeri- negeri yang dikunjungi dalam kumpulan buku berjudul Ying-Yai Sheng-Lan ini. Catatan terakhir bertarik 1433 Masehi.

Catatan berharga tentang negeri-negeri Asia (khususnya pulau Jawa - dan uniknya dalam buku ini : Surabaya) sebelum Portugis datang hanya mengandalkan catatan dari negeri bambu ini (sejak kapan disebut negeri bambu?). Catatan dalam negeri sendiri harusnya ada (mohon dibagi jika ada yg tahu), tapi catatan orang asing memberikan ekstra dimensi yang sangat berharga untuk (nantinya) pembanding. Orang asing memiliki minat yang lebih dari sekedar politik. Tujuan penulisannya juga berbeda agenda dengan catatan penulis dalam negeri (Mpu-Mpu kerajaan ?)

Tahun 1416 Ma Huan sendiri menulis introduksi untuk catatannya ".... tahun ke sebelas Kaisar Yung Lo, Kaisar menerbitkan imperial order kepada kasim Cheng Ho untuk memimpin kapal angkut harta dan berlayar di laut barat demi membacakan perintah kaisar dan memungut upeti. Aku turut serta sebagai penerjemah kemanapun ekspedisi ini pergi, tak terhitung jutaan li, berbagai negeri dengan beda iklim, musim, topografi dan penduduk. Aku melihat keragaman ini dengan mata sendiri dan menjalaninya sendiri dengan kakiku. Pengalaman ini membuatku percaya bahwa buku berjudul "A Record of The Islands and Their Barbarians" bukan bikinan, bahkan lebih banyak lagi keanehan dan keajaiban yang bisa disaksikan. Maka aku menulis penampilan orang-orang asing ini setiap negerinya, adat istiadat mereka dan membuka wawasan pembaca nantinya seberapa jauh pengaruh Kaisar kita dibandingkan dengan dynasty-dynasty sebelumnya." (ada pesan sponsor dari sang Kaisar?)



Treasure Ship Cheng Ho.

Apa yang ditulis Ma Huan untuk Surabaya Tempo Dulu?

Di dalam bab berjudul "The Country of Chao-Wa (Java)" Ma Huan menulis :

Negeri ini dulu disebut She-pó. Memiliki empat kota besar tanpa tembok kota dan suburban area (kota di masa Dynasty Ming biasanya dikelilngi tembok dan suburban area adalah rumah penduduk diluar perimeter tembok kota- alias luar kota/pinggiran). Kapal asing selalu berlabuh pertama kali di kota bernaman Tu-pan (Tuban), lanjut ke New Village / Kota Baru (Gresik), Su-lu-ma-i (Surabaya) dan terakhir kota bernama Man-che-po-i (Majapahit) dimana raja tinggal.

Perhatikan bahwa setiap nama kota yang ditulis diatas memiliki catatan kaki yang cukup panjang untuk meyakinkan pembaca bahwa terjemahan China ini memang artinya kota-kota yang dimaksud itu (salah satunya Surabaya).

Catatan bergulir lebih ke arah tradisi di kota raja (Majapahit). Secara khusus Surabaya mendapat sorotan sbb:

Dari New Village (Gresik) setelah berlayar kurang lebih dua puluh li ke selatan, kapal mencapai Su-lu-ma-i. Orang lokal menyebutnya Su-erh-pa-ya. Di estuari sungai air yang mengalir adalah air tawar. Dari sini kapal besar tidak bisa masuk dan kita harus menggunakan kapal kecil.

Di muara sungai (Kalimas) terdapat sebuah pulau kecil yang lebat hutannya, dimana terdapat ribuan monyet berekor panjang. Satu monyet hitam tua besar menjadi pemimpin kawanan monyet ini, monyet ini selalu didampingi seorang wanita tua lokal. Kepercayaannya, wanita yang mandul boleh memberikan sesaji ke monyet ini. Sajian nasi, anggur-arak, buah-buahan atau kue-kue. Jika monyet itu senang, maka sajian itu akan dimakan dan jika monyet itu berkenan monyet itu akan mencari pasangan dan bersenggama setelah memakan sesajen (unsur ini harus ada) maka wanita mandul itu doanya akan terjawab. Jika salah satu dari syarat penampakan itu tidak ada maka wanita itu tetap tidak akan mendapatkan anak. Sungguh menarik!



peta dari Oud Soerabaia ini memberikan gambaran pulau tempat monyet sakti yagn diceritakan Ma Huan.
Pulau ini telah raib.

Negeri ini memiliki tiga jenis kelas penduduk. Pertama adalah kaum Muslim yang datang dari Barat dan bermigrasi sebagai pedagang. Mereka ini berpakaian rapi dan makan makanan yang bersih dan layak.

Penduduk Muslim ini sbb: Di jaman Ma Huan kaum ini tidak memiliki kekuatan politik (1433) tapi telah menguasai pelabuhan-pelabuhan penting dari kerajaan Hindu-Jawa sebelum tahun 1500. Kekuatan Islam ini berhasil menghancurkan Kerajaan Majapahit antara 1513 - 1528.

Kelas kedua adalah orang-orang Tang, orang-orang China dari Kuang Tung, Chang Chou dan Chuan Chou yang melarikan diri dari China dan tinggal di negeri ini. Kaum ini juga berpakaian bersih dan makan makanan pilihan. Sebagian besar dari mereka menganut agama Islam dan turut berpuasa.

kita sering mendengar orang China menyebut dirinya Teng Lang / Tang Lang yang artinya orang-orang Tang. Maksudnya orang China dari Dynasty Tang (618-907), dynasty yang berjaya dan begitu dibanggakan orang China.

Kelas ketiga adalah orang-orang asli yang berpenampilan jelek dan wajahnya aneh. Mereka tidak mengenakan sandal, rambut awut-awutan dan menyembah berhala. Negeri ini boleh dibilang negeri setan yang ditulis di buku-buku Budha. Mereka makan ular, semut dan berbagai jenis serangga. Mereka memelihara anjing dan tidur bersama anjing mereka dalam satu ruangan, bahkan anjing itu makan dari peralatan makan yang sama dengan tuannya.
apakah ini suku Kalang yang membuat Candi Sukuh?

Sejarawan bernama Majumdar menilai deskripsi Ma Huan untuk kaum ketiga ini hanya cocok untuk penduduk primitif yang belum terpengaruh tradisi Hindu. Sepertinya Ma Huan tidak memiliki pengetahuan cukup tentang kerumitan tradisi Indonesia dengan kelas penguasa, aritokrat dan komunitas-komunitasnya.

Ma Huan juga menulis binatang-binatang dan buah-buahan yang dilihatnya. Catatan lain yang menarik berkaitan dengan bambu (runcing ?) di Majapahit yang agak seram untuk diceritakan. Acara "Kontes Tombak Bambu" ini juga memberi gambaran menarik untuk para pecinta numismatik khususnya koin sebab keluarga kontestan yang malang atau tewas akan mendapat hadiah koin emas dari raja. Ma Huan juga melihat peredaran koin gobog dari China yang meluas, koin-koin China dari berbagai Dynasty. Ma Huan juga menulis bahwa Kerajaan Majapahit memberikan upeti setiap tahun ke Kaisar China (apa artinya ?)



Peta modern dengan tilasan ekspedisi Cheng Ho ke-7 (1431-1433)dimana Ma Huan ikut serta.
Perhatikan inset dibawah yang menggambarkan Gresik-Surabaya-Cahnggu dan Majapahit.

Peta jenis ini tidak pernah ada dalam benak Ma Huan maupun pelaut China pada waktu itu.
Di dalam benak mereka peta pelayaran bergambar lain. Keunggulan akurasi dan teknologi peta ini menentukan siapa yang akan berkuasa.

Apakah Majapahit memiliki teknologi peta pada saat itu ? Seharusnya ada, tapinapakah masih bisa dilihat saat ini ?


Buku ini menjadi catatan yang unik bagi para sejarawan yang menggeluti era pra-kolonialisme di Asia Tenggara dan Selatan. Ma Huan membuat deskripsi tentang Vietnam, Jawa, Palembang, Siam, Malaka, Aru-Deli, Aceh, Ceylon, Nicobar-kep Andaman, Kalikut, Maladewa, Aden, Bengal, Hormuz dan Mekah. Nilai sejarah buku ini bertambah dengan dimasukannya semua catatan sejarawan lain yang menekuni catatan-catatan China seperti Groeneveldt, Rockhill, Duyvendak, dll. Kehati-hatian dalam menyajikan terjemahan ini mewariskan semangat ideal sejarawan dalam menyajikan argumentasi sejarah; untuk terjemahan judul Ying-Yai Sheng Lan saja editor menampilkan ekspresi sejarawan lain. Kehati-hatian ini berkaitan dengan evolusi makna huruf-huruf China yang terus berlanjut. Editor dan penulis catatan di buku ini bukan hanya menerjemahkan namun membandingkan satu literatur dengan yang lain sehingga deskripsi Ma Huan sendiri di adu. Yang sekiranya tidak bisa dikoroborasi dengan sumber lain diberi catatan juga. Sebuah contoh karya yang menjadi model klasik para sejarawan.

Satu hal yang perlu dicatat juga disini adalah tentang peta laut China yang nantinya akan dibahas tersendiri. Peta laut China yang unik ini menjadi panduan pelayaran laut jauh sebelum penjelajah Eropa "belajar berenang". Sepertinya setiap kaum pelaut memiliki metode sendiri dalam memetakan lautan, keunikan metode ini hanya bisa kita kagumi sekarang jika kaum pelaut itu menulis (bagaimana peta laut kaum pelaut Bugis?). Sebagai pembanding kita melihat peta laut China berikut.


Stelar diagram dari buku Ma Huan ini:

Terjemahan:
Di Utara: Ketika menyebrangi lautan dari Dint-te-pa-hsi (Deogarh), bintang pedoman, Pei Chen (Polaris) adalah 7 jari diatas permukaan air. Mencapai gunung Sha-ma-ku (Jabal Quraiyat) binang polaris adalah 14 jari diatas permukaan air.

Buku ini membuka banyak lubang kosong dalam pengetahuan kita. Membuat kita berhenti untuk berkomentar dan berpendapat. Bahwa apa yang telah dipelajari orang sebelum kita harus dibaca dulu dengan hati-hati sebelum menulis hal-hal baru yang "tidak-tidak" juntrungannya.