medang

Kerajaan Medang (Rajya Medang i Bhumi Mataram) dikenal juga dengan nama Kerajaan Bhumi Mataram, atau Mataram saja. Karena di kemudian hari juga ada nama yang sama, maka orang sering menyebutnya sebagai Kerajaan “Mataram kuno” atau kerajaan “Mataram Hindu”.

Bhumi Mataram adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya. Di daerah inilah untuk pertama kalinya istana Kerajaan Medang (diperkirakan sekitar tahun 732) berdiri. Nama ini ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya prasasti Minto dan prasasti Anjukladang.

Istilah Mataram kemudian lazim dipakai untuk menyebut nama kerajaan secara keseluruhan, meskipun tidak selamanya kerajaan ini berpusat di sana

Pusat Kerajaan Medang pernah beberapa kali berpindah. Beberapa daerah yang pernah menjadi lokasi istana Medang berdasarkan beberapa prasasti yang sudah ditemukan antara lain:

  • di daerah Yogyakarta sekarang.
  • Bagelen dan Loano di Purworejo.
  • Daerah Perbukitan Menoreh.
  • Mamrati dan Poh Pitu - di sekitar Kedu, Jawa Tengah.
  • Tamwlang (sekarang Tembelang) di sekitar Jombang, Jawa Timur
  • Watugaluh (Megaluh), sekitar Jombang, Jawa Timur.
  • Wwatan (Wotan). Letaknya di kawasan Madiun, Jawa Timur.

Dalam beberapa catatan sejarah, disebutkan bahwa terdapat hubungan antara Kerajaan Galuh di Jawa Barat dengan Kerajaan Kalingga . Pernikahan putri Parwati anak dari Ratu Shima, penguasa Kalingga dengan Raja Mandiminyak (Kerajaan Galuh) menghasilkan putra bernama Sanna atau Bratasenawa.Sanna disebut-sebut juga berkuasa sebagai raja ketiga di Kerajaan Galuh – dan karena pertikaian dengan Kerajaan Sunda - mengungsi ke Kalingga tempat neneknya memerintah.

Wacana lain menyebutkan, bahwa ada suatu masa Kalingga kemudian dibagi dua: Kalingga Utara yang kemudian disebut sebagai Bumi Mataram dan Kalingga Selatan yang disebut sebagai Bumi Sembara.Lalu dari pernikahan Sanna dengan salah seorang putri di Kalingga lahirlah Sanjaya yang juga menjadi pewaris tahta di Kerajaan Sunda karena menikah dengan Putri Tejakancana.

Sanjaya juga menikah dengan putri dari Raja Dewasingha di Kalingga Selatan bernama Putri Sudiwara. Dari dua pernikahan itu Sanjaya memiliki dua putra: Rakeyan Panaraban atau sering disebut sebagai Tamperan Barmawijaya. Sementara dari pernikahan dengan Sudiwara lahirlah Rakai Pikatan .

Itulah cerita dari versi yang ditulis Carita Prahyangan yang ditulis berabad-abad setelah wafatnya Sanjaya. Sementara jika merujuk kepada beberapa catatan sejarah berupa prasasti atau peninggalan lain, versi itu belum bisa dibuktikan kebenarannya.

Yang jelas menurut Prasasti atas nama Dyah Balitung (salah satu penguasa Medang) nama Sanjaya memang disebut-sebut sebagai raja pertama Medang. Prasasti Canggal pada tahun 732 yang merupakan catatan Sanjaya tentang pemerintahannya juga tidak menyebutkan asal-usul itu. Hanya disebutkan, sebelum ia memerintah, sudah ada raja sebelumnya bernama Sanna.

Atas dukungan Sannaha, ibunya - saudara perempuan dari Sanna - Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya mulai membangun kerajaannya.

Pada umumnya para sejarawan menyebut ada tiga dinasti yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang:

  • Wangsa Sanjaya ( di Jawa Tengah)
  • Wangsa Sailendra ( Jawa Tengah)
  • Wangsa Isana, (Jawa Timur

Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama raja pertama Medang, yaitu Sanjaya. Menurut sebuah teori dari ahli Belanda bernama van Naerssen, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran (pengganti Sanjaya sekitar tahun 770-an), kekuasaan atas Medang direbut oleh Wangsa Sailendra.

Mulai saat itu Wangsa Sailendra berkuasa di Pulau Jawa, bahkan berhasil pula menguasai Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatera. Sampai akhirnya, sekitar tahun 840-an, seorang keturunan Sanjaya bernama Rakai Pikatan berhasil menikahi Pramodawardhani putri mahkota Wangsa Sailendra . Berkat perkawinan itu ia bisa menjadi raja Medang. Ia kemudian memindahkan istananya ke Mamrati. Peristiwa tersebut dianggap sebagai awal kembalinya Wangsa Sanjaya berkuasa.Di luar itu ada teori lain.

Profesor Slamet Muljana – berdasarkan penemuan Prasasti Kalasan yang ditulis tahun 778 - menemukan bahwa Rakai Panangkaran (raja kedua) bukan putra Sanjaya. Alasannya karena dalam prasasti disebut bahwa Rakai Panangkaran adalah “permata wangsa Sailendra”. Dengan demikian pendapat ini menolak teori van Naerssen tentang kekalahan Rakai Panangkaran oleh seorang raja Sailenda.

Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang mulai dari Rakai Panangkaran sampai dengan Rakai Garung adalah anggota Wangsa Sailendra. Sedangkan kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta menggantikan Rakai Garung.Sementara itu, dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang membangun istana baru di Tamwlang sekitar tahun 929. Dalam prasasti-prasastinya, Mpu Sindok menyebut dengan tegas bahwa kerajaannya adalah kelanjutan dari Medang i Bhumi Mataram.

Daftar raja-raja Medang:

  1. Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang
  2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Sailendra
  3. Rakai Panunggalan atau Dharanindra
  4. Rakai Warak atau Samaragrawira
  5. Rakai Garung alias Samaratungga
  6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kembalinya Wangsa Sanjaya
  7. Rakai Kayuwangi atau Dyah Lokapala
  8. Rakai Watuhumalang
  9. Rakai Watukura Dyah Balitung
  10. Mpu Daksa
  11. Rakai Layang Dyah Tulodong
  12. Rakai Sumba Dyah Wawa
  13. Mpu Sindok, Wangsa Isana, saat pusat kekuasaan Medang berada di Jawa Timur
  14. Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
  15. Makuthawangsawardhana
  16. Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Medang berakhir

Tahta di Medang

Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi putra Rakai Pikatan (sekitar 856 – 880–an), ditemukan beberapa prasasti atas nama raja-raja lain, yaitu Maharaja Rakai Gurunwangi dan Maharaja Rakai Limus Dyah Dewendra. Hal ini menunjukkan kalau pada saat itu Rakai Kayuwangi bukanlah satu-satunya maharaja di Pulau Jawa.

Sedangkan menurut prasasti Mantyasih, raja sesudah Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang.Dyah Balitung yang diduga merupakan menantu Rakai Watuhumalang berhasil mempersatukan kembali kekuasaan seluruh Jawa, bahkan sampai Bali.Pemerintahan Balitung diperkirakan berakhir karena perebutan kekuasaan oleh Mpu Daksa yang mengaku sebagai keturunan asli Sanjaya. Ia sendiri kemudian digantikan oleh menantunya, Dyah Tulodhong. Tulodhong sendiri akhirnya turun tahta karena kekuasaannya direbut oleh Dyah Wawa.

Jawa Timur

Ada beberapa sebab kenapa ibukota Medang pindah ke Jawa Timur. Yang paling banyak diyakini adalah karena kawasan ibukota lama di sekitar Yogyakarta amat rawan bencana. Gunung Merapi pernah meletus dengan hebat sehingga istana kerajaan hancur.Tidak diketahui dengan pasti apakah Dyah Wawa tewas dalam bencana alam tersebut ataukah sudah meninggal sebelum peristiwa itu terjadi. Selanjutnya pusat kekuasaan Medan sudah pindah ke Tamwlang, Jawa Timur dengan raja bernama Mpu Sindok (Sri Isana Wikramadharmottungga), dari wangsa Isana pada tahun 929.

Persaingan dengan Sriwijaya

Selain menguasai Medang, Wangsa Sailendra juga menguasai Kerajaan Sriwijaya di pulau Sumatera. Prasasti Ligor tahun 775 menyebut nama Maharaja Wisnu dari Wangsa Sailendra sebagai penguasa Sriwijaya.Hubungan saudara antara Mataram-Sriwijaya (Wangsa Sailendra) berubah jadi permusuhan saat Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya) mengambilalih tahta Medang. Pada sekitar tahun 850–an, Rakai Pikatan menyingkirkan Balaputradewa putra Samaragrawira seorang Wangsa Sailendra yang kemudian akhirnya menjadi Raja Sriwijaya.Balaputradewa menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Medang dan Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas pelayaran perdagangan.Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Saat Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.

Mahapralaya

Mahapralaya adalah peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur. Tahun terjadinya peristiwa itu ada dua versi. Sebagian sejarawan menyebut Kerajaan Medang runtuh pada tahun 1006, sedangkan yang lainnya menyebut tahun 1016. Namun untuk sementara banyak yang menetapkan tahun 1006 sebagai musnahnya kerajaan Medang.Raja terakhir Medang adalah Dharmawangsa Teguh , yang naik takhta tahun 991. Pada tahun 1006 (atau 1016) saat Dharmawangsa tengah imengadakan pesta perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram. Aji Wurawari adalah sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas.Tiga tahun kemudian, seorang pangeran berdarah campuran Jawa–Bali yang lolos dari Mahapralaya tampil membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang. Pangeran itu bernama Airlangga . Ia adalah keturunan Mpu Sindok. Kerajaan yang ia dirikan kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Kahuripan.